Friday, 14 March 2025
20:30 PM
Artikel Pendidikan
Joni Iskandar , S.Pd.i
Mahasiswa PPG Universitas Islam Negeri Fatmawati Sukarno Bengkulu ( UINFAS )
joniiskandar674@gmail.com
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam dengan diterapkannya model pembelajaran autentik pada siswa kelas V SDN 06 Mukomuko. Jenis penelitian ini tergolong penelitian tindakan kelas dengan model spiral dari Kemmis dan Taggart yang dilakukan dalam tiga siklus dan setiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Dalam menganalisis data ini adalah dengan menghitung rata-rata skor observasi aktivitas guru sedangkan untuk prestasi siswadideskripsikan melalui hasil nilai tes. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran autentik dapat meningkatkan aktivitas mengajar dan pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada bidang studi Pendidikan Agama Islam. Hal ini dapat dilihat dari hasil tes yang menunjukkan adanya peningkatan prestasi belajar siswa, yaitu pada siklus I sebagian besar siswa memiliki prestasi baik yaitu sebesar 30%, siklus II sebagian besar siswa memiliki prestasi baik yaitu sebesar 60%, dan pada siklus III sebagian besar siswa memiliki prestasi baik dan baik sekali yaitu sebesar 95%. Hasil pengamatan terhadap aktivitas guru menunjukkan aktivitas guru lebih baik pada siklus II dan siklus III jika dibandingkan dengan siklus I, karena guru sudah mulai terbiasa menggunakan model pembelajaran autentik dan sudah mengetahui kelemahan yang dilakukannya pada siklus I. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan skor dari siklus ke siklus.
Kata Kunci: Pembelajaran Autentik, Prestasi belajar, Pendidikan Agama Islam.
1. PENDAHULUAN
Pendidikan pada hakekatnya berlangsung dalam suatu proses. Proses itu berupa transformasi pengetahuan, teknologi dan keterampilan. Penerima proses adalah anak atau siswa yang sedang tumbuh dan berkembang menuju kearah kematangan kepribadian dan
penguasaan pengetahuan. Selain itu, pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia yang diperoleh melalui proses yang panjang dan berlangsung sepanjang kehidupan.
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyebutkan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional maka dibentuk melalui proses pembelajaran, disinilah dibutuhkan sosok seorang guru yang profesional. Guru memiliki peranan yang sangat besar dan penting dalam mencapai tujuan pendidikan nasional pada umumnya dan tujuan peningkatan mutu pembelajaran serta hasil belajar pada khususnya.
Menyadari akan pentingnya peranan guru, seorang guru sangatlah dituntut untuk memulai dari dirinya sendiri meningkatkan mutu pembelajaran yang dilakoninya kearah yang lebih berkualitas. Dalam menggunakan metode terkadang guru harus menyesuaikan dengan kondisi dan suasana kelas. Jumlah anak mempengaruhi penggunaan model. Tujuan instruksional adalah pedoman yang mutlak dalam pemilihan model. Dalam perumusan tujuan, guru perlu merumuskannya dengan jelas dan dapat diukur. Dengan begitu mudahlah bagi guru menentukan model pembelajaran yang bagaimana yang dipilih guna menunjang pencapaian tujuan yang telah dirumuskan tersebut (Syah, 2009: 36).
Dalam pelaksanaannya guru jarang sekali menggunakan satu model pembelajaran, karena mereka menyadari bahwa semua model pembelajaran ada kebaikan dan kelemahannya. Penggunaan satu model lebih cenderung menghasilkan kegiatan belajar mengajar yang membosankan bagi anak didik. Jalan pengajaran pun tampak kaku. Anak didik terlihat kurang bergairah belajar. Kejenuhan dan kemalasan menyelimuti kegiatan belajar anak didik. Kondisi seperti ini sangat tidak menguntungkan bagi guru dan anak didik.
Sementara itu ada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak “mengalami” sendiri apa yang dipelajarinya, bukan ‘mengetahui’-nya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi ‘mengingat’ jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Hal inilah yang terjadi di kelas-kelas sekolah kita. Model pembelajaran autentik adalah suatu model pembelajaran yang dari karakteristiknya memenuhi harapan itu. Sekarang ini pengajaran kontekstual menjadi tumpuan harapan para ahli pendidikan dan pengajaran dalam upaya menghidupkan kelas secara maksimal. Kelas yang hidup diharapkan dapat mengimbangi perubahan yang terjadi di luar sekolah yang sedemikian cepat.
Belajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. Penjelasan dan pemeragaan semata tidak akan membuahkan hasil belajar yang langgeng karena yang bisa membuahkan hasil belajar yang langgeng hanyalah kegiatan belajar aktif. Belajar aktif
menuntut siswa belajar menjadi aktif siswa dan harus harus menggunakan otak, mengkaji gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar aktif harus gesit, menyenangkan, bersemangat dan penuh gairah. Siswa bahkan sering
meninggalkan tempat duduk mereka, bergerak leluasa dan berfikir keras (moving about dan thinking aloud).
Untuk bisa mempelajari sesuatu dengan baik, kita perlu mendengar, melihat, mengajukan pertanyaan tentangnya, dan membahasnya dengan orang lain. Bukan cuma itu, siswa perlu “mengerjakannya”, yakni menggambarkan sesuatu dengan cara mereka sendiri,
menunjukkan contohnya, mencoba mempraktekkan keterampilan, dan mengerjakan tugas yang menuntut pengetahuan yang telah mereka dapatkan. Setiap akan mengajar, guru perlu membuat persiapan mengajar dalam rangka melaksanakan sebagian dari rencana bulanan dan rencana tahunan. Dalam persiapan itu sudah terkandung tentang, tujuan mengajarpokok yang akan diajarkan, model pembelajaran, bahan pelajaran, alat peraga dan teknik evaluasi yang digunakan.
Karena itu setiap guru harus memahami benar tentang tujuan mengajar, secara khusus memilih dan menentukan model mengajar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, cara memilih, menentukan dan menggunakan alat peraga, cara membuat tes dan menggunakannya, dan pengetahuan tentang alat-alat evaluasi. Hal tersebut dapat dicapai apabila dalam aktivitas belajar mengajar, guru senantiasa
memanfaatkan teknologi pembelajaran yang mengacu pada pembelajaran struktural dalam penyampaian materi dan mudah diserap peserta didik. Khususnya dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam, agar siswa dapat memahami materi yang disampaikan guru dengan baik maka dalam proses pembelajaran hendaknya memulai membuka pelajaran dengan menyampaikan kata kunci, tujuan yang ingin dicapai, baru memaparkan isi dan
diakhiri dengan memberikan soal-soal kepada siswa.
Berdasarkan observasi awal yang peneliti laksanakan di kelas V SDN 06 Mukomuko, kondisi pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang dilaksanakan oleh para guru masih secara konvensional. Selanjutnya hasil wawancara dengan kepala sekolah mengatakan
bahwa pembelajaran Pendidikan Agama Islam lebih banyak dilakukan dengan metode ceramah tanpa menggunakan berbagai model-model pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa sehingga proses belajar mengajar cenderung membosankan bagi siswa karena
menjadikan siswa sebagai subjek belajar yang pasif, tidak mampu mengingat konsep yang telah dipelajari sehingga tidak mampu menjawab pertanyaan secara benar. Hal ini pada akhirnya mengakibatkan rendahnya prestasi belajar siswa.
Kelemahan siswa dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam berkaitan erat dengan kurangnya pemahaman materi pelajaran. Pembelajaran yang dilakukan di kelas V SDN 06 Mukomuko pada mata pelajaran PAI, dikatakan belum tuntas dikarenakan perolehan nilai
rata-rata 65,5. Hal ini disebabkan oleh kurangnya minat siswa dalam belajar PAI. Dengan melihat realita yang terjadi di lapangan maka peneliti akan melakukan penelitian tindakan kelas dengan menerapkan model pembelajaran autentik. Dalam model pembelajaran
autentik ini siswa akan dibawa ke dalam permasalahan sebenarnya dalam mempelajari pelajaran PAI. Hal ini berangkat dari prinsip model pembelajaran yang menunjukkan masalah sebenarnya kepada siswa sehingga siswa dapat memperoleh informasi mengenai materi
selanjutnya menyelidiki, mengkaji dan menganalisis materi yang disampaikan sehingga siswa akan memiliki pemahaman yang menyeluruh tentang suatu materi. Dengan adanya pembelajaran autentik ini diharapkan siswa akan memperoleh pengalaman nyata dari sebuah proses pembelajaran.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka dalam penelitian ini penulis mengangkat judul “Penerapan Model Pembelajaran Autentik Dalam Meningkatkan Prestasi Pendidikan Agama Islam Siswa Kelas V SDN 06 Mukomuko”.
2. Metode Penelitian
a. Jenis penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis Penelitian Tindakan Kelas. model penelitian tindakan kelas yang digunakan adalah model spiral dari Kemmis dan Taggart. Kemmis dan Taggart dalam Sam’s (2010: 67) menjelaskan bahwa penelitian tindakan kelas diawali dengan pengamatan tahap awal untuk mengetahui permasalahan di kelas, kemudian dilakukan perbaikan dengan tahap-tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi yang akan menjadi satu siklus. Usaha perbaikan dilanjutkan hingga siklus berikutnya dengan perencanaan direvisi hingga permasalahan di kelas dapat diperbaiki.
b. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah benda, hal, atau orang tempat data untuk variabel penelitian melekat dan yang dipermasalahkan. Subjek penelitian tidak selalu berupa orang, tetapi dapat benda, kegiatan, tempat (Arikunto, 2006: 116). Berdasarkan pendapat di atas, maka yang menjadi populasi adalah siswa kelas kelas V SDN 06 Mukomuko yang berjumlah 20 orang.
c. Prosedur Penelitian
Penelitiini ini akan melaksanakan minimal 2 siklus yang masing-masing siklus terdiri dari 4 tahap yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.
d. Teknik pengumpulan Data
1) Observasi
Observasi (observation) atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung (Sukmadinata, 2008: 220). Teknik observasi ini diperlukan untuk mengamati kegiatan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan oleh peneliti yang dilakukan oleh guru Pendidikan Agama Islam pada 1 orang.
2) Tes
Menurut Arikunto (2006: 223) instrumen yang berupa tes dapat digunakan untuk mengukur kemampuan dasar dan pencapaian atau prestasi. Dalam penelitian ini tes digunakan untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang pada akhir setiap siklus.
3) Dokumentasi
Arikunto (2002: 203) mengemukakan bahwa metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya.
e. Teknik Analisis Data
Statistik deskriptif yang akan digunakan dalam analisis ini adalah dengan
menghitung rata-rata skor observasi aktivitas guru. Adapun hasil rata-rata setiap item
pengamatan dinilai dengan skala interval berikut:
R = H-L
R = Range yang dicari
H = Skor atau nilai tertinggi
L = skor atau nilai yang terandah (Sudijono, 2010: 144).
Range interval : 3 – 1 = 2
n : 3
Sehingga diperoleh hasil rata-rata variabel:
1,00 – 1,67: Kurang Baik 1,68 – 2,35: Baik
2,35 – 3,00: Sangat Baik
Prestasi siswa yang akan dideskripsikan dilihat dari tingkat hasil tes pada setiap siklusnya. Statistik deskriptif yang akan digunakan dalam analisis ini adalah dengan menghitung rata-rata tingkat keberhasilan siswa dan persentasenya.
X = Σx Mencari Rata-rata
N
Ket:
Σx = Nilai siswa
N = Jumlah Siswa
Kb = F x 100%
N
Ket : Kb= Ketuntasan Belajar
F=Jumlah Frekuensi
N= Jumlah Siswa
Sedangkan untuk prestasi siswa akan dideskripsikan melalui hasil nilai tes. Prestasi siswa akan dilihat dari tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran. Berdasarkan nilai yang diperoleh oleh siswa, dilihat tingkat penguasaan siswa dengan standar penilaian
sebagai berikut: (1) Istimewa, apabila seluruh bahan pelajaran dapat dikuasai oleh anak didik; (2) baik sekali, apabila 76% sampai dengan 99% bahan pelajaran dapat dikuasai oleh anak didik; (3) Baik, apabila bahan pelajaran dikuasai anak didik hanya 66% sampai
dengan 75% saja; dan (4) Kurang, apabila bahan pelajaran dikuasai anak didik kurang dari 60%.
3. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai Penerapan Model Pembelajaran Autentik dalam Meningkatkan Prestasi Pendidikan Agama Islam Siswa Kelas V SDN 06 Mukomuko, maka dapat dilihat bahwa dengan model pembelajaran autentik, guru dapat menciptakan proses pembelajaran yang lebih menarik dan siswa menjadi lebih aktif dalam pembelajaran, dimana siswa mempelajari, mendiskusikan, materi yang dipelajari dengan bimbingan guru.
Model pembelajaran autentik pada bidang Pendidikan Agama Islam yang diterapkan dalam tiga siklus dimana pada masing-masing siklus diadakan observasi dan tes. Dari hasil observasi dan tes yang dilakukan, maka hasil penelitian dibahas sebagai berikut:
Pada kegiatan Siklus I, model pembelajaran autentik masih sulit untuk diterapkan, karena kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran autentik belum terbiasa dilaksanakan baik oleh guru maupun siswa, namun keadaan kelas cukup tertib, lancar dan
kondusif. Berdasarkan hasil observasi dan test diketahui bahwa:
a. Hasil pengamatan terhadap aktivitas guru memiliki skor rata-rata 1,88 yang dikategorikan baik.
b. Hasil tes sebagian besar siswa memiliki prestasi/hasil belajar kurang baik yaitu sebesar 70% dengan nilai rata-rata 61,75.
Pada kegiatan siklus II, model pembelajaran sudah lebih mudah untuk diterapkan, karena guru sudah mengetahui kekurangan yang dilakukannya pada siklus I dalam menjelaskan model pembelajaran autentik yang digunakan dalam proses pembelajaran. Berdasarkan hasil observasi dan test diketahui bahwa:
a. Hasil pengamatan terhadap aktivitas guru memiliki skor rata-rata 2,72 yang masuk dalam kategori baik, dan sudah meningkat dari skor rata-rata pada Siklus I, walaupun masih dalam kategori baik.
b. Hasil tes menunjukkan bahwa sebagian besar siswa memiliki prestasi baik yaitu sebanyak 60% dengan nilai rata-rata 66,5 yang menunjukkan sudah adanya peningkatan prestasi siswa dari kurang baik menjadi baik.
Pada kegiatan siklus III, guru dan siswa sudah dapat menerapkan model pembelajaran autentik yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan baik. Berdasarkan hasil observasi dan tes diketahui bahwa:
a. Hasil pengamatan terhadap aktivitas guru memiliki skor rata-rata 2,94 yang masuk dalam kategori sangat baik, yang menunjukkan adanya peningkatan skor rata-rata dan pengkategorian dibandingkan dengan siklus II.
b. Hasil tes menunjukkan bahwa sebagian besar siswa memiliki prestasi sangat baik dan baik sekali yaitu sebanyak 95% dengan nilai rat-rata 75,5 yang menunjukkan sudah adanya peningkatan hasil belajar siswa dari baik menjadi sangat baik.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari diagram berikut ini:
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil tes dan pengamatan yang dilakukan pada setiap siklus penelitian, dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran autentik dapat meningkatkan aktivitas mengajar dan pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada
bidang studi Pendidikan Agama Islam. Hal ini dapat dilihat dari hasil tes yang menunjukkan adanya peningkatan prestasi belajar siswa, yaitu pada siklus I sebagian besar siswa memiliki prestasi baik yaitu sebesar 30%, siklus II sebagian besar siswa memiliki prestasi baik yaitu sebesar 60%, dan pada siklus III sebagian besar siswa memiliki prestasi baik dan baik sekali yaitu sebesar 95%. Hasil pengamatan terhadap aktivitas guru menunjukkan aktivitas guru lebih baik pada siklus II dan siklus III jika dibandingkan dengan siklus I, karena guru sudah mulai terbiasa menggunakan model pembelajaran autentik dan sudah mengetahui kelemahan yang dilakukannya pada siklus I. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan skor dari siklus ke siklus.
REFERENSI
Asmaran AS. 2002. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Daradjat, Zakiah. 2008. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta : Bumi Aksara.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Hamalik, Oemar. 2005. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Hanafiah, Nanang dan Cucu Suhana. 2009. Konsep Srategi Pembelajaran. Bandung: Refika Aditama.
Ilyas Yunahar. 2006. Kuliah Akhlak. Yogyakarta: LPPI Universitas Muhamadiyah Yogyakarta.
Isjoni. 2009. Cooperatif Learning: Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta.
Mulyasa, 2009. Menjadi Guru Professional. Bandung: Remaja Rosdakarya
Sam,s, Rosma Hartiny. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Teras.
Sam, Arianto. 2008. Pengertian Prestasi Belajar. http://sobatbaru.blogspot.com /2008/06/ pengertian-prestasi-belajar.html.
Sanjaya, Wina. 2009. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Santoso. 2011. Model Pembelajaran Autentik. Google. Com.
Sardiman A.M. 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Slameto. 2010. Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudijono, Anas. 2010. Statistik Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Syah, Muhibbin. 2009. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Rosda.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Guru dan Dosen. 2007. Jakarta: Pustaka Merah Putih.
Uno, Hamzah B. 2009. Model Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Published by MMUNOL
Posted in Pendidikan
This is tab content. Click to edit this text. Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.